Pages

Minggu, 09 November 2014

Semantik

Nama               : Lilis Nurhayati
Kelas               : PBSI 4A – 1201040035


DESKRIPSI SEMANTIK
Perbedaan Istilah Arti dan Makna

Menurut KBBI, arti keduanya adalah sebagai berikut:
Makna n 1 arti:  ia memperhatikan – setiap kata yg terdapat di tulisan kuno itu; 2 maksud pembicara atau penulis; pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan;
Arti n 1 maksud yg terkandung (dl perkataan,  kalimat); makna: apa – isyarat itu?; 2 guna; faedah: apa – nya bagi  kamu menyakiti binatang itu;
Dari pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan:
      Antara  istilah dari makna dan arti dalam KBBI tidak ada perbedaan.
      Dalam pengertian “makna” dalam KBBI, ada  “arti”.
      Dalam pengertian “arti” dalam KBBI, ada “makna”.

Sedangkan Menurut buku, berikut pengertian keduanya:
1.      Arti adalah kata yang telah mencakup makna dan pengertian (Kridalaksana, dalam Aminudin: 2008: 50).
2.      Makna ialah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti (Gricen dan Bolinger, dalam Aminudin: 2008: 53).
Dari pengertian di atas, kata “makna” lebih luas. Karena makna tergantung konteks (Setting, Partisipant, End, Act, Key, Interest, Norm, Goal)

Contoh:
Lilis mengenakan kerudung setiap keluar rumah.

Dari kalimat di atas, kerudung berarti penutup kepala yang digunakan oleh wanita muslim. Bagi Lilis, kerudung bermakna kehormatan. Baginya, tanpa kerudung yang menutupi auratnya, ia merasa tidak terhormat karena agamanya mengajarkan Lilis untuk menutup.











Selaksa Asa dalam Derita

(Sebuah Puisi yang Aku Ikutkan dalam Sayembara Penulisan Puisi, dan Belum Lolos :D)

Ini bukan seikat puisi. Anggap saja sebuah novel kontemporer yang tengah naik daun
Ini bukan bait-bait syair penyanjung. Silakan lihat sebagai celoteh manusia yang darah muda tengah megalir dalam dirinya
Ketika nanti usiaku membapak. Rentan
Ketika mataku mulai rabun. Katarak bahkan
‘Kan kuceritakan bahwa orang-orang berdasi itu membawaku lari dari kemiskinan, mengajakku menjejakkan kaki di latar sekolahan. Mereka berkenan duduk mendengarkan orasiku. Tak menganggapnya sekadar teriakan mahasiswa jalang penuntut keadilan
Mereka mengakreditasikan aku dengan pangkat berwibawa. Duduk di hadapan meja. Mesin ketik berada di atasnya. Sahaja
Akan aku ceritakan bahwa orang-orang bersafari itu menghadiahiku dengan pensiunan. Memberiku kecukupan di masa senja
Akan kuceritakan. Akan aku ceritakan
Dan selaksa “akan” itu berhenti seketika. Padahal pena dan bulu angsa ini masih lebih dari cukup untuk  meneruskannya. Bahkan hingga lelah membersama. Tak kuasa.
Ya. Selaksa “akan” itu lalu tergantikan. Selaksa “asa”
Mereka tak membawaku ke mana-mana. Aku masih di sini. Papa. Alpa
Mungkin mereka tengah berdiskusi dengan diri. Tentang janji yang musti tertepati
Mungkin mereka tak bermaksud membuta dan tuli tentang jerit si miskin yang jali. Mungkin, mereka hanya terlebih dulu menyusun kurikulum menuju cita negeri
Hanya, harus berapa banyak lagi “mungkin” kira aku tetap tanamkan baik sangka dalam hati
Hingga jelata semakin melata? Hingga si buruk gizi mati sia-sia? Hingga korupsi Indonesia mendunia?
Melihat tunas tumbuh tanpa hangat surya. Melihat mereka hidup dengan mimpi yang tak nyata. Selaksa asa yang tak akan menjadi nyata. Tak bisa. Membayangkannya pun lara
BIODATA
Nama Lengkap                 : Lilis Nurhayati
Tempat, Tanggal Lahir    : Cilacap, 24 Juli 1994
Alamat                               : Jl. Masjid No. 09 Rt 01/10 Dukuh Waluh
                                             Kec. Kembaran                           Kab. Banyumas
                                             53182
No. Hp                               : +6285726510370
Akun Facebook                : Lilis Nurhayati (safar15safar@gmail.com)
Alamat E-mail                   : purnama15safar@gmail.com

NARASI SINGKAT PUISI
            “Aku” sebagai rakyat menginginkan penepatan janji para pemimpin tentang kesehatan, pendidikan, kebebasan berpendapat dan didengarkan, serta kesejahteraan. Hal-hal yang sebenarnya sangat dasar bagi sebuah bangsa. Namun yang “aku” inginkan terasa sangat mahal. “Aku” tersadar bahwa yang “aku” inginkan sekadar “asa”. Tidak akan pernah menjadi nyata. “Aku” berusaha dengan sangat keras berprasangka baik terhadap tidak ditepatinya janji manusia-manusia berdasi. Yang terjadi adalah semakin “aku” berusaha, semakin “aku” tak bisa. Karena kepemimpinan kini yang justru menyuburkan kemiskinan, kejumudan dan korupsi. “Aku” begitu takut jika yang “aku” wariskan pada generasi mendatang ternyata hanya mimpi yang tak akan pernah terjadi.