Pages

Kamis, 25 April 2013

Kajian Puisi


Lilis Nurhayati
1201040035
PBSI 2A


SEMIOTIKA: TEORI, METODE, DAN PENERAPANNYA DALAM KARYA SASTRA

Semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda. Semiotika merupakan lanjutan dari strukturalisme. (Junus, 1981: 17)
Menurut Preminger (1974: 17), semiotika merupakan ilmu tentang tanda-tanda, mempelajari fenomena sosial-budaya, termasuk sastra sebagai sistem tanda.
Menurutnya, tanda memiliki dua aspek, yaitu:
1.      Penanda (signifier/signifiant) adalah bentuk formal tanda itu, dalam bahasa berupa satuan bunyi, atau huruf dalam sastra tulis.
2.      Petanda (signified/signifie) merupakan artinya, yaitu apa yang ditandai oleh penandanya itu.
Tanda berdasarkan hubungan antara penanda dan petandanya:
1.      Ikon
Tanda yang penanda dan petandanya menunjukan adanya hubungan yang bersifat alamiah, yaitu penanda sama dengan petandanya.
2.      Indeks
Tanda yang penanda dan petandanya menunjukan adanya hubungan yang alamiah yang bersifat kausalitas.
3.      Simbol
Tanda penanda dan petandanya tidak menunjukan hubungan alamiah, hubungannya arbitrer berdasarkan konvensi.
Selain itu, ada pula yang dinamakan simtom (gejala), yaitu penanda yang menunjukan (petandanya) belum pasti.

Metode semiotik dalam pemaknaan sastra berupa pencarian tanda-tanda yang penting sebab keseluruhan sastra itu merupakan tanda-tanda baik berupa ikon, indeks, atau simbol.
Memberi makna berarti  mencari konvensi-konvensi apa yang menyebabkan tanda-tanda itu mempunyai arti ata makna.
Sistim semiotik dalam lapangan semiotika:
1.      Sistim semiotik tingkat pertama (Bahasa).
2.      Sistim semiotik tingkat kedua.



METODE PEMAKNAAN RIFFATERRE

Empat hal yang harus diperhatikan dalam pemaknaan sastra:
1.      Puisi merupakan ekspresi tidak langsung, menyatakan suatu hal dengan arti yang lain. Ekspresi tidak langsung itu disebabkan oleh:
a.       Pengganti arti (displasing of meaning).
b.      Penyimpangan atau pemencongan arti (distorting of meaning).
c.       Penciptaan arti(creating of meaning)
(Riffaterre, 1978:1,2)

2.      Pembacaan heuristik dan pembacaan retroaktif atau hermeneutik.
Pembacaan heuristik, pembacaan berdasarkan tata bahasa normatif, morfologi, semantik, dan sintaksis. Pembacaan ini menghasilkan arti sajak secara keseluruhan menurut tata bahasa normatif sesuai dengan sistim semiotik tingkat pertama. Pembacaan ini belum meberikan makna sajak atau makna sastra.
Pembacaan retroaktif atau hermeneutik berdasarkan konvensi sastra. Puisi merupakan ekspresi tidak langsung. Pembacaan ini merupakan pembacaan menurut semiotik tingkat kedua.

3.      Matriks, model dan varian-varian.
Matriks adalah kata kunci, dapat berupa satu kata, gabungan kata, bagian kalimat, atau kalimat sederhana. Matriks bukan tema atau belum merupakan tema. Matriks ditransformasikan ke dalam (menjadi) model yang berupa kiasan. Matriks dan model ditransformasikan menjadi varian-varian.
4.      Hipogram.
Merupakan teks yang menjadi latar belakang penciptanya.

Puisi, Ekspresi Tidak Langsung
Puisi berubah dari waktu ke waktu disebabkan perbedaan konsep estetik dan evolusi selera. Yang tetap adalah bahwa puisi menyatakan suatu hal dengan arti lain. Ada ketidaklangsungan ekspresi dalam puisi atau sajak. Hal itu disebabkan oleh tiga hal, penggantian arti (displasing of meaning), pemencongan arti (distorting of meaning), dan penciptaan arti(creating of meaning).
a.  Penggantian Arti
Disebabkan oleh metafora dan metonimi, bahasa kiasan pada umumnya, yaitu simile(perbandingan), metafora, personifikasi, sinekdoki, dan metonimi.
b. Pemencongan Arti
Disebabkan oleh ambiguitas (penggunaan kata-kata, frase, kalimat, atau wacana yang taksa atau ambigu, memiliki makna yang lebih dari satu (polyinterpretable), bisa diartikan macam-macam menurut konteksanya, kontradiksi (penggunaan ironi, paradoks, dan antitesis), dan nonsense ( “kata-kata” yang tidak mempunyai arti, yang tidak ada dalam kamus). Memiliki makna lain sesuai dengan konteks.
c.  Penciptaan Arti
Disebabkan oleh pengorganisasian ruang teks, di antaranya, enjambement (perloncatan baris dalam sajak), sajak (menimbulkan intensitas arti dan makna liris), tipografi (tata huruf) dan homologue (persejajaran bentuk atau persejajaran baris).



Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik
Pembacaan berdasarkan sistim semiotik tingkat pertama adalah pembacaan heuristik. Pembacaan tersebut merupakan pembacaan menurut sistim tata bahasa normatif. Pembacaan berdasarkan sistim semiotik tingkat kedua adalah pembacaan retroaktif atau hermeneutik.  Dalam pembacaan ini, untuk memberi makna sajak harus dibaca berdasarkan konvensi sastra, sajak merupakan ekspresi tidak langsung. Konvensi yang lain, puisi bersifat universal, yaitu dari yang bersifat individu menjadi nasional atau bahkan internasional.

Matriks, Model, dan Varian-varian
Secara teoritis, sajak merupakan perkembangan dari matriks, menjadi model dan ditransformasikan menjadi varian-varian. Dalam analisis sajak (karya sastra), matriks diabstraksikan dari karya sastra yang dianalisis.

Hipogram: Hubungan Intertekstual
Untuk memberikan makna yang lebih penuh dalam pemaknaan sastra, sebuah karya sastra perlu dijajarkan dengan karya sastra lain yang menjadi hipogram atau latar belakang penciptanya.



Sumber:
Pradopo, Rachmat Djoko. 2007. Prinsip-Prinsip Karya Sastra.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.




Tidak ada komentar: