Pages

Jumat, 26 April 2013

Kau Tahu, Itu Cukup


" Soon..." Panggilku saat ku lihat Soon. Ia juga baru menepi di dekat gerbang sekolah. Dia terlambat lagi. Begitupun denganku. Aku sibuk mengurusi adikku yang juga harus berangkat ke sekolah dan membawa bekalnya.
" Hey? Terlambat lagi, Jieon?" Sindirnya padaku. Seperti tak sadarkan diri bahwa ia pun lagi-lagi terlambat.
seperti biasa, kami diperbolehkan mengikuti pelajaran setelah kami menulis sebuah pernyataan " aku malu terlambat" lalu kami tempelkan pada punggung teman kami yang lain, yang juga terlambat.

Ah. Rasanya, ini memalukan sekali. Bahkan pipiku sampai kesemutan menahan geli karena berkaliku bayangkan betapa kekanakkanya aku. Umurku bahkan menginjak 19. Aku masih duduk di bangku kelas 3 Senior High School. Dua kali aku tinggal kelas saat aku di Junior High School. Sekarang, untuk naik kelas aku harus belajar mati-matian. Itu pun masih tetap membuatku berada pada peringkat terakhir.

Sekitar 3 pekan lagi kami, siswa kelas 3 akan menjalani uji nasional. Ujian yang membuatku sedikit takut. teman-temanku memaksaku untuk mengambil jawaban siapapun yang menurut mereka pintar. Bahkan orang yang akan aku mintai jawaban itu pun sudah ikhlas. Nampaknya mereka takut aku tak lulus. Bukan iba dengan kebodohanku. Tapi, aku yakin alasan mereka berbuat demikian adalah karena mereka tak mau menanggung malu jika ada teman satu kelas mereka yang tak lulus. Bahkan untuk tahun ini, kelas mana yang lulus 100% akan diberi reward berupa uang tunai Rp 1.500.000 per kelas. Mereka pasti takkan menyia-nyiakan itu.

Aku tak berani mencontek. Tanganku selalu gemetaran dan tingkahku pasti begitu menimbulkan kecurigaan. Aku putuskan untuk tidak mencontek. Dan benar, aku tak lagi pernah mencontek setelah kejadian itu. Kejadian di mana Soon memberikan jawabannya padaku secara cuma-cuma. Karena begitu gemetaran, pengawas memergokiku. Aku dan Soon dikeluarkan dari ruang ujian. Dan Soon mulai membenciku. Kejadian dua tahun lalu itu takkan pernah terulang lagi. Aku jamin.

Jujur, diam-diam aku menyukai Soon. Dia lelaki yang baik pada semua orang. Ya.. meski dia tak pernah lagi baik padaku. Pernah pasca kejadian dikeluarkannya aku dan dia dari ruang ujian, kucingku hampir saja terlindas sepeda. Sebelum akhirnya Soon menyelamatkan kucingku itu. Aku datang padanya untuk mengucapkan terimakasih, nampaknya dia tak menanggapinya. Dia berlalu begita saja setelah memberikan kucing manis itu padaku.

" Soon akan pergi keluar kota." Begitu bisik teman sebangkuku. Saat itu pelajaran fisika. Dan Soon tengah berada di depan papan tulis untuk menjawab soal dari guru.
" Untuk apa?" Tanyaku yang juga berbisik.
" Dia akan pindah. Tak tinggal di sini. Juga tak bersekolah di sini."
Aku tak dapat berkata apapun. 
" Benarkah?" Hanya itu batinku. 
" Kau harus menyatakan perasaanmu pada Soon secepatnya. Tak mau kehilangan kesempatan, kan?" Bisik Li'an kembali. Tak biasanya dia mau duduk di sebelahku. Biasanya aku duduk sendiri. Di bangku paling belakang. Dulu aku pernah duduk bersama Soon. Tentu saja sebelum kejadian memalukan itu.

Senja menjelma. Aku duduk di bangku dekat taman sekolah. Saat itu adalah waktu istirahat untuk kami sebelum masuk untuk menerima pembekalan rutin. Sudah lama aku menunggu Soon berhenti bermain basket. Aku ingin menyatakan perasaanku. Aku hitung daun-daun kering yang mulai gugur. Nampaknya musim semi akan segera berakhir. Hingga aku tak lagi sabar. Aku hampiri Soon yang masih asik bermain.
" Soon!" Teriakku. Semua mata tertuju padaku yang berdiri di dekat Soon. Soon hanya memandangku seraya memeluk bola basket.
Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Soon. Dia hanya meninggikan alisnya, seperti bertanya "ada apa?"
Aku diam sesaat. Taman menjadi hening.
" Aku.." Kataku terbata.
" Aku menyukaimu, Soon." Seperti itu lanjutku. Soon memelototkan matanya. Aku hanya dapat menundukkan pandanganku.
" Ap??Apa?" Tanya Soon kaget.
" Kau fikir aku senang dengan ungkapanmu itu?! Ungkapan suka dari wanita sebodoh dirimu? Untuk apa kacamata tabalmu, ha??!Aku malu!" Lanjutnya sembari melemparkan bola basket ke kepalaku. Aku hampir terpental. Semua anak-anak menertawaiku. Termasuk Li'an. Aku tak mengerti dengan apa yang Li'an lakukan.

Aku meninggalkan Soon. Sebelum pergi, aku sematkan senyum untuknya. Kutunjukkan padanya bahwa aku baik-baik saja.
Aku berlari ke gudang belakang sekolah. Tempat di mana dulu ia begitu sabar mengajariku tentang fisika dan materi lain sepulang sekolah atau waktu istirahat. Aku tahu ini kesalahanku. Tak ada yang dapat kulakukan untuk merubah semua ini. Aku hanya dapat menangis.

Kini, aku tengah mengayuh sepedaku. Waktu pembekalan telah berakhir. Di kelas tadi, teman-temanku tak henti-hentinya tertawa dan cekikikan.
Ku tutupi hidungku. Ada darah yang keluar pasca Soon melempar bola basket ke kepalaku.

" Jieon..!!" Teriak seorang lelaki dari arah belakang. Aku menoleh. Kudapati Soon tengah mengayuh sepedanya dengan begitu kencang untuk mengejarku. Aku hendak mengerem sepedaku, tapi rem sepedaku blong.
" Soon.. Rem sepedaku blong. Bisa kau kayuh sepedamu lebih kencang lagi?" Teriakku seraya menoleh ke belekang.
 Dan..
" Jieon!! Awas!! Ada mobil di depanmu!!" Teriak Soon.
Aku berusaha menghindari mobil itu. Hingga sepedaku membentur tembok di tepi jalan. Aku terpental beberapa meter. Samar ku lihat Soon menepikan sepedanya, memangku tubuhku dan mengusap darah yang keluar daru hidung dan keningku.
" Jieon, apa kau baik-baik saja?" Seperti itu tanyanya padaku. Samar kulihat mata Soon berkaca-kaca.
" Aku baik-baik saja, Soon." Kataku. Tak lupa kusematkan senyum untuknya.
" Maaf,atas kelakuanku tadi." Kali ini, suara Soon terdengar serak. Seperti menahan tangis. Aku anggukan kepalaku. Kusentuh pipinya. 
" Bagiku, kau tahu perasaanku saja, itu sudah cukup."

Aku tak kuat lagi menahan tikaman di kepalaku. Tumor takkan bertahan setelah terkena lemparan sesuatu yang keras. Hingga akhirnya kututup mataku di pangkuan Soon. Aku terlelap. Lelap untuk waktu yang lama. Lelap untuk selamanya,

Tidak ada komentar: